Inilagi.com Indonesia dan Amerika memperkuat komitmennya dalam menghadapi pemanasan global melalui pengelolaan karbon biru dengan mengoptimalkan tata kelola mangrove dan lamun. Komitmen ini terungkap dalam forum Bilateral Climate Working Group Task Force 2 Workshop on Blue Carbon Ecosystems.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi era pemanasan global (global boiling). Menurut laporan para ilmuwan, pada Juli 2023 tercatat sebagai bulan terpanas, karenanya perubahan iklim merupakan isu yang harus menjadi perhatian dalam segala sektor, termasuk sektor kelautan dan perikanan, dimana potensi karbon biru di Indonesia dari lamun dan mangrove mencapai sekitar 17% dari karbon biru dunia.
“Hal ini menjadi dasar upaya mitigasi perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan melalui pengurangan emisi serta peningkatan serapan karbon dan menjaga simpanan karbon pada ekosistem karbon biru melalui kebijakan ekonomi biru yang menyeimbangkan antara kepentingan lingkungan dan ekonomi dalam pengelolaan ruang laut,” ungkap Victor.
Menurutnya, dalam konteks perubahan iklim, laut dan ekosistem pesisir memiliki fungsi penting dalam pengendalian perubahan iklim. Salah satunya dapat dilihat dari kemampuan ekosistem pesisir, yakni mangrove, padang lamun dan rawa pasang surut dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Indonesia sendiri telah menetapkan komitmennya dalam dokumen kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC). Pada September 2022 lalu, Indonesia telah menyampaikan Enhanced NDC dengan meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional.
“Upaya Indonesia mempersiapkan ekosistem karbon biru lamun untuk dapat berkontribusi sebagai target pencapaian NDC Indonesia membutuhkan berbagai hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan seperti standarisasi metodologi, peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM, alih dan transfer teknologi serta penguatan kerja sama,” terang Victor.
Victor berharap, workshop ini dapat menjadi ajang untuk bertukar informasi, berbagi pengetahuan dan perkembangan teknologi terkini terkait dengan karbon biru. Bagi Indonesia, dapat memberikan masukan teknis kepada KKP dalam mempercepat ekosistem karbon biru, khususnya lamun masuk dalam Second NDC Indonesia pada tahun 2024.
Sementara itu, Economic Counselor Kedutaan Besar Amerika Serikat Jonathan Habjan menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai potensi karbon biru. Mangrove dan lamun dapat mengurangi dampak perubahan iklim seperti cuaca ekstrem karena kedua ekosistem ini dapat menyimpan karbon.
“Deforestasi dan perubahan lahan merupakan suatu tantangan pada kedua ekosistem karbon biru. Harapannya, Indonesia – AS dapat berkolaborasi untuk mengambil peran aktif dalam workshop yang akan dijadikan materi tindak lanjut bagi kedua negara,” tutup Jonathan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya menciptakan laut yang sehat, aman, tangguh dan produktif bagi kesejahteraan bangsa melalui diplomasi maritim serta kerja sama dengan berbagai negara untuk mewujudkan strategi pembangunan ekonomi biru (blue economy) yang menitikberatkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi pada aktivitas yang menetap di ruang laut.