Inilagi.com– Wot Batu, karya seni instalasi berskala ruang dari Sunaryo, seniman kontemporer Indonesia, berkolaborasi dengan Oza Sudewo, Indonesian tea blend specialist, meluncurkan racikan teh sebagai respon atas karya Sunaryo. Wot Batu merupakan karya seni yang diciptakan Sunaryo sebagai “jembatan spiritual”, menghubungkan jiwa manusia dengan wujud ragawi kehidupan dan menghubungkan empat elemen yang ada di alam.
Bagi Oza, Wot Batu sarat akan makna spiritual, menggambarkan perjalanan hidup manusia modern dan dualisme kehidupan; fana dan baka, material dan spiritual, purba dan modern, hingga makrokosmos dan mikrokosmos. Filosofi tersebut dihadirkan dalam tiga varian teh yang merespon suatu karya seni, diracik khusus untuk mewakili tiga tahap perjalanan hidup manusia; awal, tengah, dan akhir – yang juga terinspirasi dari konsep Tri Tangtu dalam falsafah Sunda
.
Sebagai pemilik Oza Tea, salah satu pionir specialty tea & blending di Indonesia, juga berlatar belakang Certified Tea Blender, Oza telah lama berkecimpung di dunia teh, baik di dalam dan luar negeri. Ia secara aktif terlibat sebagai juri Tea Master Cup, sebuah kompetisi teh berskala internasional yang memperkenalkan ragam daun teh sekaligus menemukan master teh terampil yang mampu mengolah jenis teh untuk menghasilkan teh terbaik yang siap dikonsumsi. Diselenggarakan sejak 2013, kompetisi teh bergengsi ini turut mengapresiasi beraneka ragam jenis teh berkualitas premium yang dihasilkan oleh Indonesia dengan cita rasa dan aroma yang begitu nikmat.
Mempertimbangkan pengalaman panjang dan sertifikasi Oza sebagai peracik teh, Wot Batu menggandengnya untuk menjadi mitra dalam meracik varian khusus yang dapat menangkap karakter dari karya Sunaryo. Oza menyampaikan, “Dengan mengambil konsep “mereguk Wot Batu”, OZA Tea mencoba mendeskripsikan kembali Wot Batu melalui suguhan teh yang menghadirkan nuansa kontemplatif pada racikannya. Karakter utamanya adalah buah jambu sebagai bagian dari memori masa kecil Sunaryo dengan sang ibu yang terekam dalam salah satu instalasi di Wot Batu, yaitu Batu Indung. Racikan-racikan khas pada rangkaian Respon Karya ini juga menggunakan bahan-bahan yang mewakili konsep dualisme dalam deretan instalasi di Wot Batu.”
Hadirnya varian teh yang disiapkan secara khusus ini menawarkan pengalaman menikmati karya seni yang sangat istimewa. Racikan-racikan ini bukan saja terinspirasi oleh mahakarya Sunaryo ini, melainkan juga mengajak pencicipnya untuk menikmati suatu karya seni melalui rasa dan aroma. Sehingga karya-karya instalasi dalam Wot Batu tidak hanya bisa diresapi lewat pengelihatan, sentuhan dan pendengaran, tetapi juga dengan menyesap dan menghirup aroma racikan teh yang mengawinkan berbagai bahan asli Indonesia.
Oza menambahkan, “Perjalanan manusia sejak lahir, hidup hingga akhir hayat, kami tampilkan dalam tiga varian: Ambu, Indriya, dan Suwung, keseluruhan racikan yang merespon karya Sunaryo hanya tersedia secara khusus di Wot Batu.”
Varian pertama dinamakan Ambu, berarti “ibu” dalam bahasa Sunda, yang menjadi simbol awal perjalanan manusia dalam kehidupan. Racikan ini terinspirasi dari instalasi Batu Indung di Wot Batu, yang berbentuk patung pohon jambu. Racikan Ambu berbahan jambu, apel, rosella, dan serai, sehingga menghadirkan nuansa yang segar sekaligus menenangkan. Warnanya merah terang, layaknya aksen yang khas pada karya-karya Sunaryo.
Varian kedua bernama Indriya, atau “indra”. Indra merupakan alat yang digunakan manusia memproses kehidupan di dunia, baik dalam menyerap lingkungannya maupun mengekspresikan dirinya. Teh Indriya memiliki satu bahan khusus yaitu kemangi, sebagai perlambang budaya Sunda yang menciptakan dimensi rasa dan aroma yang lebih kompleks. Dimensi rasa dan aroma ini diharapkan bisa memicu sensori pengunjung Wot Batu. racikan ini pun menggambarkan bagaimana budaya Sunda mempengaruhi sosok seorang Sunaryo.
Varian terakhir adalah Suwung, yang bermakna kehampaan yang sehadir-hadirnya. Terinspirasi dari makna spiritual dalam Wot Batu, teh Suwung sarat dengan bahan-bahan yang mencerminkan dualisme kelahiran dan kematian. Teh hijau dan kurma di dalamnya menggambarkan kehidupan, pandan dan serai hadir sebagai perlambang kematian, serta getah pohon kamper mewakili kehidupan setelah kematian. Pertemuan kelahiran dan kematian, yang saling meniadakan, menghadirkan kehampaan atau “suwung”.
Oza Sudewo yang juga dikenal sebagai seniman teh juga menjelaskan, “Wot Batu adalah sebuah mahakarya seni. Karenanya, kami sangat bangga menjadi partner dalam kolaborasi yang mendukung sebuah pengalaman menyeluruh di Wot Batu ini, mulai dari dilihat, dinikmati, dan dikecap. Tiga varian tea blending yang saya hadirkan turut menjadi sebuah karya seni teh yang menggambarkan perjalanan manusia mulai dari sumber kehidupan yang berasal dari Ambu atau Ibu, indriya yang menggambarkan penggunaan indera saat hidup, hingga Suwung yang memiliki filosofi sakralnya kematian.”
Ketiga varian teh kolaborasi Wot Batu dan OZA Sudewo ini hanya dapat dinikmati ketika berkunjung ke Wot Batu dengan ditemani berbagai kudapan khas, dan tentunya, bersama pengalaman menyelami mahakarya Sunaryo yang tak akan ditemukan di tempat lain.