Inilagi.com Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak para nelayan di wilayah Provinsi Papua Selatan , khususnya Merauke , untuk tidak melanggar batas perairan negara tetangga dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan.
Selain dapat memberikan reputasi negatif bagi negara bendera karena nelayannya melakukan Illegal Fising, melanggar batas perairan pada akhirnya akan merugikan dan menyengsarakan para nelayan yang melakukannya.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSKDP) Laksamana Muda TNI Dr. Adin Nurawaluddin, M. Han, mengatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu anggota Regional Plan of Action to Combatting Illegal, Unreported and Unregulated (RPOA IUU) telah berkomitmen untuk melawan aksi Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Sehingga pihaknya meminta para nelayan Papua Selatan untuk dapat menangkap ikan sesuai aturan yang berlaku.
“Wilayah perairan Papua Selatan ini memang berbatasan langsung dengan laut Arafura dan di bagian timur dengan Papua Nugini, sehingga rawan terjadi IUU Fishing. Tapi saya yakin, Bapak-Bapak nelayan sudah paham akan risiko yang akan dihadapi apabila berani melanggar batas perairan negara tetangga”, ungkap Adin pada acara Pemberian Pemahaman Nelayan untuk Tidak Melintas Batas dan Menangkap Ikan di Perairan Negara Lain Tanpa Izin Tahun 2023 yang diadakan di Merauke, Kamis (10/08).
Adin menjabarkan bahwa risiko yang dapat dialami para nelayan yang melanggar batas perairan negara tetangga cukup besar, yakni dapat dikenai denda hingga mencapai PGK 240.000 (Papua New Guinean Kina) atau setara dengan 1 miliar rupiah serta sanksi pidana berupa kurungan badan (penjara) dalam waktu 1 sampai 3 tahun. Sementara itu, keselamatan nelayan juga dapat terancam karena ombak dan arus di perairan perbatasan Samudera Pasifik yang kuat bisa mengakibatkan kapal tenggelam.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa pihaknya telah berkomitmen dalam melaksanakan kebijakan Bapak Presiden untuk menjadikan negara Indonesia sebagai poros maritim dunia. Terkait hal Adin menekankan bahwa jika para nelayan Indonesia melakukan IUU Fishing di perairan negara tetangga, akan merusak citra negara kita di dunia maritim.
“Tentunya hal ini harus menjadi perhatian kita bersama, karena selain dapat menghambat upaya Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, hal lain yang menjadi isu utama adalah terkait perlindungan dan kesejahteraan nelayan Indonesia,” lanjutnya.
Adin menyampaikan bahwa pihak Indonesia tidak ingin ada lagi nelayan Indonesia yang menjadi pelaku Illegal Fishing dan tertangkap di negara lain. Apalagi kekayaan laut di WPPNRI 718 sangat melimpah. Sehingga Merauke dicanangkan menjadi salah satu lokasi program Menteri Kelautan dan Perikanan yakni 10 Kampung Nelayan Maju (Kalaju) yang akan mendapatkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan nelayan sehingga tidak ada lagi ikan yang dibuang dan hanya diambil gelembung renangnya saja sebagai komoditas utama. Dengan dicanangkannya program ini di Merauke, diharapkan para nelayan di sini tak perlu lagi melintas batas untuk mengambil ikan di negara tetangga.
Acara Pemberian Pemahaman Nelayan untuk Tidak Melintas Batas dan Menangkap Ikan di Perairan Negara Lain Tanpa Izin Tahun 2023 diikuti 150 peserta dengan menghadirkan berbagai narasumber mulai dari Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSKDP, Koordinator Pejabat Fungsional Protkons – KBRI di Papua Nugini, Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Selatan serta Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Merauke.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 yang mengamanatkan kepada Ditjen PSKDP untuk melakukan sosialisasi dan pemberian pemahaman nelayan sebagai salah satu upaya pencegahan agar nelayan Indonesia tidak melakukan lintas batas dan menangkap ikan di perairan negara lain tanpa izin, kegiatan ini secara rutin dan berkesinambungan telah dilaksanakan oleh Ditjen PSDKP sejak tahun 2018, yaitu di Rote Ndao pada tahun 2022, Aceh Timur dan Deli Serdang pada tahun 2021, Kupang dan Provinsi Sumatera Utara di tahun 2020, Wakatobi di tahun 2019 dan Langkat di tahun 2018.